Jumat, 04 Januari 2013

Mantan Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin, membuat tulisan yang memberikan gambaran negatif soal Presiden Indonesia ketiga, B.J. Habibie. Tajuk rencana berjudul “Persamaan BJ Habibie dengan Anwar Ibrahim” itu dimuat koran Utusan Malaysia edisi Senin, 10 Desember 2012. Berikut tulisan lengkap Zainudin Maidin.
***
Persamaan BJ Habibie dengan Anwar Ibrahim
Zainudin Maidin
PRESIDEN Indonesia ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie yang mencatatkan sejarah sebagai Presiden Indonesia paling tersingkat, tersingkir kerana mengkhianati negaranya, telah menjadi tetamu kehormat kepada Ketua Umum Parti Keadilan Rakyat Anwar Ibrahim baru-baru ini.
Beliau diberikan penghormatan untuk memberi ceramah di Universiti Selangor (Unisel).
Beliau disingkirkan setelah menjadi Presiden Indonesia hanya selama 1 tahun 5 bulan kerana bersetuju dengan desakan Barat supaya mengadakan pungutan suara ke atas penduduk Timor Timur dalam Wilayah Indonesia menyebabkan Timor Timur terkeluar daripada Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 30 Ogos 1999.
Beliau mengakhiri jawatan dalam kehinaan setelah menjadi presiden sejak 20 Oktober 1999.
Beliau juga telah menyebabkan berlakunya perpecahan rakyat Indonesia kepada 48 parti politik yang mengakibatkan keadaan politik negara itu dalam porak-peranda hingga kini.
Adalah suatu hal yang agak menarik dan lucu bila Anwar Ibrahim dalam ucapan aluannya menimbulkan keupayaannya ketika menjadi Timbalan Perdana Menteri dan ketika Habibie menjadi Presiden Indonesia dapat menyelesaikan masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Ia memberikan gambaran bahawa sekiranya kuasa dikembalikan semula kepada mereka maka pastinya akan dapat menyelesaikan semua masalah antara kedua-dua negara.
Barangkali ramai yang hadir di majlis pidato itu yang tidak tahu tentang sejarah Habibie telah terpesona dengan syarahan dan ceritanya, tetapi saya terpegun merenung persamaan watak, tugas dan nasib yang sama kedua-dua bekas pemimpin besar itu.
Habibie menjadi gunting dalam lipatan terhadap Presiden Indonesia Suharto walaupun Suharto yang membawanya kembali dari Jerman untuk kemudiannya menjadi wakil Presiden dan demikian juga yang dilakukan oleh Anwar Ibrahim terhadap Tun Dr. Mahahtir Mohamad ketika beliau menjadi Timbalan Perdana Menteri setelah ‘dipungut’ daripada ABIM.
Bagaimana pun Habibie sempat menjadi Presiden dan mengkhianati bangsa dan negaranya setelah menjadi Presiden, tetapi Anwar mahu menyerahkan negara ini kepada IMF dan New Imperialis sebelum sempat menjadi Perdana Menteri. Allah telah menyelamatkan rakyat Malaysia.
Apakah tujuan Anwar menjemput ‘pengkhinat’ bangsa Indonesia ini ke Malaysia. Dia tidak mempedulikan perasaan rakyat Indonesia kerana mungkin mereka telah sekata hendak menunjukkan kebesaran dan keagungan masa silam mereka untuk melindungi dosa besar mereka dan mungkin masing-masing berangan-angan bahawa zaman besar itu akan datang semula.
Kepada saya yang menjadi kenangan besar tentang Habibie ialah dia telah membuat tetamu termasuk Perdana Menteri Tun Dr. Mahathir terpaksa menunggu kedatangannya dari Jakarta lebih dari dua jam di IKIM Kuala Lumpur untuk mendengar ucapannya (ketika itu dia belum jadi presiden). Barangkali Dr. Ismail Ibrahim, kekas Ketua Pengarah IKIM masih ingat peristiwa pahit ini.
Beliau sengaja melakukan ini untuk menunjukkan “aku lebih besar” dan ucapannya yang penuh dengan keegoan begitu panjang sehingga ke peringkat memualkan hadirin, tetapi Dr. Mahathir tetap menunggu dengan setia.
Inilah jenis manusia yang dibawa oleh Anwar Ibrahim ke negara ini dari semasa ke semasa untuk membantunya dalam politik dan jemputannya kali ini pun untuk tujuan menunjukkan “kami berdua masih besar.”
Saya tidak tahu bagaimana terseksanya para hadirin di Unisel mendengar ucapan manusia yang egonya amat tinggi, apatahlah lagi mendapat peluang berucap kepada orang yang dianggap bodoh sesudah sekian lama tidak mendapat kesempatan berucap kepada rakyat Indonesia yang tidak lagi mahu mendengarnya dan tidak lagi menghormatinya.
Pada hakikatnya mereka berdua tidak lebih daripada “The Dog Of Imperialism.”
Mantan Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin, memberikan gambaran negatif soal Presiden Indonesia ketiga, B.J. Habibie. Dalam tajuk rencana koran Utusan Malaysia edisi Senin, 10 Desember 2012, Zainuddin menggambarkan Habibie sebagai sosok egois, memualkan, serta pengkhianat bangsa.
Memulai tulisannya, Menteri Penerangan di era Abdullah Badawi ini mengulas kedatangan B.J. Habibie ke Malaysia beberapa hari lalu. “Presiden Indonesia ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang mencatatkan sejarah sebagai Presiden Indonesia paling tersingkat, tersingkir kerana mengkhianati negaranya, telah menjadi tamu kehormatan Ketua Umum Partai Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim baru-baru ini,” tulis Zainudin di halaman 6 Utusan Malaysia.
Tulisan selanjutnya, Zainudin lebih banyak menceritakan beberapa sisi negatif Habibie selama menjadi Presiden Indonesia, mulai peran Habibie yang menyebabkan Timor-Timur terlepas dari NKRI hingga perpecahan politik yang menyebabkan tumbuhnya 48 partai politik di Indonesia. “Beliau mengakhiri jabatannya dalam kehinaan setelah menjadi presiden sejak 20 Oktober 1999,” begitu Zainudin Maidin memberi penilaian.
Hal yang paling memualkan dari Habibie, menurut Zainudin, adalah sifat egoisnya. Ia menceritakan bagaimana dirinya, pejabat tinggi Malaysia, dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad kala itu harus menunggu sekitar dua jam karena Habibie terlambat datang untuk memberikan ceramah di salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Dan setelah tiba, ternyata Habibie hanya menyampaikan pidato yang bertele-tele. “Ucapannya yang penuh dengan keegoan begitu panjang sehingga ke peringkat memualkan hadirin,” tulis Zainudin.
Atas undangan Universiti Selangor (Unisel), B.J. Habibie memberikan ceramah di hadapan para mahasiswa cendekiawan dan tokoh politik pada Kamis lalu, 6 Desember 2012. Dalam ceramah berjudul “Habibie dan Transisi Indonesia ke Demokrasi”, mantan Ketua ICMI ini menceritakan pengalaman Indonesia dalam menjaga keragaman. Menurut Habibie, pluralisme kepercayaan, suku, adat, dan keragaman lainnya merupakan kekuatan dan bukan menjadi ancaman bangsa.
Habibie mencontohkan, walaupun penduduk Indonesia sebagian besar suku Jawa, bahasa nasional yang digunakan berasal dari bahasa Melayu. Beberapa pihak menyatakan bahwa bahasa Melayu menjadi lingua franca karena posisinya sebagai bahasa perdagangan. Namun, menurut Habibie, bahasa Melayu juga digunakan karena kebudayaan Melayu telah ada sejak lama.
Bisa jadi kegeraman Zainudin dipicu kekhawatiran kalau Habibie–yang di Indonesia dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam transisi demokrasi–membawa virus reformasi ke Malaysia.
Direktur Eksekutif Habibie Center, Rahimah Abdulrahim, mengatakan bahwa lembaganya tak mempersoalkan tulisan bekas Menteri Penerangan Malaysia, Zainuddin Maidin, dalam surat kabar terbitan negara tersebut, Utusan Malaysia. Dalam tulisannya, Zainuddin menyatakan bekas presiden B.J. Habibie sebagai pengkhianat bangsa.
“Zainuddin sudah mengatakan di tulisannya, kalau itu pendapat pribadinya. Jadi ya tidak usah direspons terlalu serius,” kata Ima saat dihubungi, Senin, 10 Desember 2012. (Baca: Di Malaysia, Habibie Dianggap Pengkhianat Bangsa)
Habibie Center, ujarnya, tidak akan memprotes tulisan Zainuddin karena setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya. Pun meski materi tulisan Zainuddin cenderung mendiskreditkan Habibie, Ima yakin bekas Menteri Riset dan Teknologi itu tak akan gusar.
“Dia (Zainuddin) bebas berpendapat seperti itu. Bapak (Habibie) pada prinsipnya mengedepankan demokrasi, jadi sila saja jika ada yang berpendapat negatif soal dia. Lagipula kita mesti lihat rekam jejak Zainuddin,” ujarnya.
Dalam tajuk rencana Utusan Malaysia edisi Senin, 10 Desember 2012, Zainuddin menggambarkan Habibie sebagai sosok egois, memualkan, serta pengkhianat bangsa. Memulai tulisannya, Menteri Penerangan di era Abdullah Badawi ini mengulas kedatangan B.J. Habibie ke Malaysia beberapa hari lalu.
“Presiden Indonesia ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie, yang mencatatkan sejarah sebagai Presiden Indonesia paling tersingkat, tersingkir kerana mengkhianati negaranya, telah menjadi tamu kehormatan Ketua Umum Partai Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim baru-baru ini,” tulis Zainudin di halaman 6 Utusan Malaysia.
Tulisan selanjutnya, Zainudin lebih banyak menceritakan beberapa sisi negatif Habibie selama menjadi Presiden Indonesia, mulai peran Habibie yang menyebabkan Timor-Timur terlepas dari NKRI hingga perpecahan politik yang menyebabkan tumbuhnya 48 partai politik di Indonesia. Adapun hal yang paling memualkan dari Habibie, menurut Zainudin, adalah sifat egoisnya.
Ia menceritakan bagaimana dirinya, pejabat tinggi Malaysia, dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad kala itu harus menunggu sekitar dua jam karena Habibie terlambat datang untuk memberikan ceramah di salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Setelah tiba, ternyata Habibie hanya menyampaikan pidato yang bertele-tele.
Atas undangan Universiti Selangor, Habibie memberikan ceramah di hadapan para mahasiswa cendekiawan dan tokoh politik pada 6 Desember 2012. Dalam ceramah berjudul “Habibie dan Transisi Indonesia ke Demokrasi”, mantan Ketua ICMI ini menceritakan pengalaman Indonesia dalam menjaga keragaman. Menurut Habibie, pluralisme kepercayaan, suku, adat, dan keragaman lainnya merupakan kekuatan, bukan menjadi ancaman bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Follow Us on Facebook



JOIN WITH US

Popular Posts