QALQIYA, PALESTINA (Berita SuaraMedia) – Kota Qalqiya, barat laut Tepi
Barat, berada sekitar 12 kilometer dari pantai Mediterania, di
perbatasan Israel dan Tepi Barat. Kota itu memiliki luas 3.5 kilometer
persegi. Qalqiya memiliki angka pengangguran tertinggi kedua di
Palestina, yaitu 25%. Tertinggi pertama adalah Khan Younis. Populasi
Gaza terus tumbuh, karena itu banyak penduduk Qalqiya yang pindah ke
bagian lain dari Tepi Barat, di mana lebih mudah untuk berdagang dan
bergerak. Terlepas dari jumlah keluarga, dengan anak rata-rata lebih
dari lima orang, yang masih tinggal di Qalqiya, kota tersebut kini
sedang sekarat.
Tidak ada kota lain di Tepi Barat yang lebih menderita akibat blokade
daripada kota yang dulu terkenal dengan sebutan kota pohon palem dan
semak-semak berbunga ini. Populasi Qalqiya dikelilingi oleh
tembok-tembok yang berdiri di keempat sisi kota tersebut, memisahkan
mereka dari lahan pertanian dan sumber pendapatan. Penghuni pemukiman
ilegal Israel yang terletak di dekatnya memperoleh lebih banyak
sumber-sumber alam penting. Yang lebih buruk lagi adalah persoalan
keamanan yang menyertai struktur tembok itu, lusinan pos penjagaan
mengawasi kota ini dan desa-desa di sekitarnya. Banyak dari pos-pos itu
yang didirikan tanpa tujuan samasekali, lalu ditutup beberapa bulan
setelah dibangun, seringkali berada di lokasi-lokasi yang aneh.
Coca Cola dan Fanta banyak terdapat di Palestina. Boikot dan kampanye perampasan yang marak di Eropa dan sekitarnya dengan tujuan untuk menghukum Israel
agar mau meninjau ulang kebijakannya yang mematikan, belum sampai di
Palestina. Tidak ada kemarahan ekonomi terhadap AS, terlepas dari
dukungan AS atas pagar "keamanan", blokade, dan pengeboman Gaza. Selain
itu, mereka mengatakan bahwa Coca Cola memberikan rasa dingin yang
menyegarkan yang membuat mereka harus membelinya, ada atau tidak ada
bom.
Nabil, seorang warga Qalqiya, bersama dengan ibu, istri, dan
anak-anaknya pada suatu hari membeli sepetak tanah untuk dibangun sebuah
vila yang indah. Ketika ia membelinya, tanah itu menghadap ke hamparan
bukit dan lembah, terdiri atas berbagai tumbuhan dan pepohonan. Setiap
sore hari di musim panas, anak-anak akan bermain di taman yang luas itu,
sementara Nabil dan istrinya akan duduk menikmati teh rasa mint.
Kemudian Israel merampas sebagian besar tanahnya dan hanya menyisakan
10 meter dari gerbang depan untuk dibangun tembok setinggi delapan
meter dengan tebal tiga meter dari ujung kanan hingga ujung kiri,
mengelilingi bekas tanah Nabil. Pembangunan itu adalah bencana bagi
lingkungan Qalqiya. Di musim dingin ketika hujan mulai turun, air hujan
yang seharusnya terserap ke dalam tanah untuk mengairi pertanian di
musim kemarau, kini menggenang di permukaan dan menyebabkan banjir di
beberapa wilaya, termasuk di rumah Nabil. Tembok itu telah memotong
sistem pengairan alami. Tembok tersebut tidak hanya dibangun menjulang
ke atas, tapi juga tertanam hingga jauh ke dalam tanah yang dimaksudkan
untuk menghentikan para teroris menggali jalan keluar dari penjara
ilegal. Apa pun alasannya, dalam pembangunannya, pemerintah Israel telah
merusak sistem pengairan yang penting, pipa saluran air, dan akses air
ke ratusan dan ratusan ribu rakyat Palestina.
Nabil menjelaskan bahwa beberapa pohon yang masih tertinggal telah
membusuk akarnya. Musim hujan pun meninggalkan banyak kubangan lumpur.
Sulit membayangkan taman yang awalnya cantik dirusak oleh tembok para
penyusup. Bagaimana rasanya menikmati suasana sore hari di bawah
pengawasan kamera dan menara pengawas. Apa dampaknya terhadap anak-anak
yang tiba-tiba menemukan lapangan bermainnya porak poranda dan hanya
tersisa beberapa meter?
Para wanita dalam keluarga Nabil berdiri di pintu gerbang yang
mengarah ke halaman depan di mana mereka kini terpaksa melepaskannya
dalam suasana isolasi dan menegangkan. Para wanita itu adalah golongan
borjuis Palestina. Mereka mampu membeli pakaian dengan bahan terbaik dan
berhias sulaman tangan. Namun mereka tidak dapat membebaskan diri dari
dampak pendudukan ini, menderita bersama tetangga-tetangga mereka yang
miskin.
Para pengunjung dari luar negeri tampak menggoreskan pesan di
tembok-tembok Israel itu. Beberapa di antaranya bertuliskan "Aparteid
adalah fasisme" dan "Zionisme=Nazi", sementara di sebelahnya terpampang
gambar bendera Palestina dalam ukuran besar. (rin/pg)www.suaramedia.com
0 komentar:
Posting Komentar