Minggu, 20 Januari 2013

Seorang anak Palestina memandang tembok-tmbok yang terus didirikan oleh negara Zionis Israel, menggerogoti sedikit demi sedikit negara mereka. Sampai kapankah penjajahan ini terus terjadi? (Berita SuaraMedia)QALQIYA, PALESTINA (Berita SuaraMedia) – Kota Qalqiya, barat laut Tepi Barat, berada sekitar 12 kilometer dari pantai Mediterania, di perbatasan Israel dan Tepi Barat. Kota itu memiliki luas 3.5 kilometer persegi. Qalqiya memiliki angka pengangguran tertinggi kedua di Palestina, yaitu 25%. Tertinggi pertama adalah Khan Younis. Populasi Gaza terus tumbuh, karena itu banyak penduduk Qalqiya yang pindah ke bagian lain dari Tepi Barat, di mana lebih mudah untuk berdagang dan bergerak. Terlepas dari jumlah keluarga, dengan anak rata-rata lebih dari lima orang, yang masih tinggal di Qalqiya, kota tersebut kini sedang sekarat.
Tidak ada kota lain di Tepi Barat yang lebih menderita akibat blokade daripada kota yang dulu terkenal dengan sebutan kota pohon palem dan semak-semak berbunga ini. Populasi Qalqiya dikelilingi oleh tembok-tembok yang berdiri di keempat sisi kota tersebut, memisahkan mereka dari lahan pertanian dan sumber pendapatan. Penghuni pemukiman ilegal Israel yang terletak di dekatnya memperoleh lebih banyak sumber-sumber alam penting. Yang lebih buruk lagi adalah persoalan keamanan yang menyertai struktur tembok itu, lusinan pos penjagaan mengawasi kota ini dan desa-desa di sekitarnya. Banyak dari pos-pos itu yang didirikan tanpa tujuan samasekali, lalu ditutup beberapa bulan setelah dibangun, seringkali berada di lokasi-lokasi yang aneh.
Coca Cola dan Fanta banyak terdapat di Palestina. Boikot dan kampanye perampasan yang marak di Eropa dan sekitarnya dengan tujuan untuk menghukum Israel agar mau meninjau ulang kebijakannya yang mematikan, belum sampai di Palestina. Tidak ada kemarahan ekonomi terhadap AS, terlepas dari dukungan AS atas pagar "keamanan", blokade, dan pengeboman Gaza. Selain itu, mereka mengatakan bahwa Coca Cola memberikan rasa dingin yang menyegarkan yang membuat mereka harus membelinya, ada atau tidak ada bom.
Nabil, seorang warga Qalqiya, bersama dengan ibu, istri, dan anak-anaknya pada suatu hari membeli sepetak tanah untuk dibangun sebuah vila yang indah. Ketika ia membelinya, tanah itu menghadap ke hamparan bukit dan lembah, terdiri atas berbagai tumbuhan dan pepohonan. Setiap sore hari di musim panas, anak-anak akan bermain di taman yang luas itu, sementara Nabil dan istrinya akan duduk menikmati teh rasa mint.
Kemudian Israel merampas sebagian besar tanahnya dan hanya menyisakan 10 meter dari gerbang depan untuk dibangun tembok setinggi delapan meter dengan tebal tiga meter dari ujung kanan hingga ujung kiri, mengelilingi bekas tanah Nabil. Pembangunan itu adalah bencana bagi lingkungan Qalqiya. Di musim dingin ketika hujan mulai turun, air hujan yang seharusnya terserap ke dalam tanah untuk mengairi pertanian di musim kemarau, kini menggenang di permukaan dan menyebabkan banjir di beberapa wilaya, termasuk di rumah Nabil. Tembok itu telah memotong sistem pengairan alami. Tembok tersebut tidak hanya dibangun menjulang ke atas, tapi juga tertanam hingga jauh ke dalam tanah yang dimaksudkan untuk menghentikan para teroris menggali jalan keluar dari penjara ilegal. Apa pun alasannya, dalam pembangunannya, pemerintah Israel telah merusak sistem pengairan yang penting, pipa saluran air, dan akses air ke ratusan dan ratusan ribu rakyat Palestina.
Nabil menjelaskan bahwa beberapa pohon yang masih tertinggal telah membusuk akarnya. Musim hujan pun meninggalkan banyak kubangan lumpur.
Sulit membayangkan taman yang awalnya cantik dirusak oleh tembok para penyusup. Bagaimana rasanya menikmati suasana sore hari di bawah pengawasan kamera dan menara pengawas. Apa dampaknya terhadap anak-anak yang tiba-tiba menemukan lapangan bermainnya porak poranda dan hanya tersisa beberapa meter?
Para wanita dalam keluarga Nabil berdiri di pintu gerbang yang mengarah ke halaman depan di mana mereka kini terpaksa melepaskannya dalam suasana isolasi dan menegangkan. Para wanita itu adalah golongan borjuis Palestina. Mereka mampu membeli pakaian dengan bahan terbaik dan berhias sulaman tangan. Namun mereka tidak dapat membebaskan diri dari dampak pendudukan ini, menderita bersama tetangga-tetangga mereka yang miskin.
Para pengunjung dari luar negeri tampak menggoreskan pesan di tembok-tembok Israel itu. Beberapa di antaranya bertuliskan "Aparteid adalah fasisme" dan "Zionisme=Nazi", sementara di sebelahnya terpampang gambar bendera Palestina dalam ukuran besar. (rin/pg)www.suaramedia.com

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Follow Us on Facebook



JOIN WITH US

Popular Posts