Ditemukan di Demak: Tiga Situs Punden Berundak dari Batu Bata Kuno
Hanya dalam hitungan hari, tiga tempat
situs sisa bangunan yang tersusun dari tumpukan batu bata kuno dan
bertingkat mirip “Punden Berundak”, yang diduga merupakan salah satu
situs bersejarah, ditemukan di tiga desa yaitu: Desa Pilangrejo, Desa Jatirogo dan Desa Mrisen di Demak, Jawa Tengah.
1. Lokasi Penemuan: Desa Pilangrejo
Di Desa Pilangrejo,
Kecamatan Wonosalam ditemukan tumpukan batu yang di duga merupakan
situs bersejarah. Meski masih membutuhkan penelusuran arkeologi,
penemuan itu menarik perhatian warga.
“Penemuan terjadi ketika warga kami,
Sugiyanto menggali tanah di sawah milik Sutarjan,” kata Kades
Pilangrejo, Tugiman. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak,
Senin (8/10/2012) pagi telah mengirim stafnya Widodo untuk menyurvei
lokasi bata di Desa Pilangrejo. Dia mengambil foto sebagai bukti
keberadaan bata itu.
Meski belum jelas kepastiannya, penemuan
benda yang diduga bersejarah di areal persawahan tersebut, menggemparkan
warga. Kepala Desa Pilangrejo, Tugiman mengatakan, batu bata bertingkat
di areal pesawahan milik Sutarjan, pertama kali ditemukan oleh
Sugiyanto pada hari Jumat (5/10/2012) lalu.
Saat itu, Sugiyanto hendak mengambil
tanah di sawah milik Sutarjan, untuk keperluan menguruk pekarangan
rumahnya. Ketika mengayunkan cangkulnya, ternyata ujung cangkul
membentur benda keras, karena penasaran ia pun menggalinya lebih dalam
lagi, dan ternyata menemukan tumpukan batu bata.
“Setelah digali satu meter, ternyata
ditemukan tumpukan batu bata yang tersusun rapi mirip punden berundak”,
terang Tugiman , Senin (8/10/2012).
Mendengar adanya penemuan itu, warga
berduyun-duyun datang ke lokasi untuk melihatnya. Bahkan ada sebagian
warga yang mengambilnya untuk dibawa pulang.
Sebagai antisipasi agar situs bangunan
tidak rusak dan berubah bentuk, kini pemerintah desa setempat memagari
lokasi penemuan itu dan meminta warga menghentikan penggalian.
Selama ini, di Desa Pilangrejo belum
pernah ditemukan benda yang mirip dengan penemuan batu bata ini. Namun
pada tahun 2008 lalu, salah seorang warga pernah menemukan guci kuno
pada kedalaman tiga meter saat warga membuat sumur di lokasi yang tidak
jauh dari penemuan punden berundak ini.
“Menurut keterangan para sesepuh desa,
dari jaman nenek moyang hingga saat ini, belum pernah mendengar maupun
ada warga yang mendirikan bangunan di tempat penemuan pundek berundak
ini,” jelas Tugiman.
Sementara itu, usai meninjau lokasi,
Ahmad Widodo, staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kabupaten Demak,
mengaku tidak berani memastikan apakah penemuan tumpukan batu bata di
Desa pilangrejo ini merupakan peninggalan sejarah. Ia berkilah, yang
berhak menentukannya adalah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
(BP3) Jateng.
Namun, jika melihat bentuknya, panjang
dan tebal batu bata, ciri-cirinya persis dengan batu bata yang ada di
Trowulan, Jawa Timur. “Batu bata ini tebalnya sekitar 7-10 cm,
diperkirakan ada sebelum jaman kerajaan Demak, atau sebelum abad 15,”
kata Ahmad Widodo.
2. Lokasi Penemuan: Desa Jatirogo
Ditemukan Tumpukan Bata Merah Kuno Yang Diduga Situs Bersejarah
Fenomena keberadaan bata merah kuno yang
diduga berasal pada zaman pra sejarah muncul lagi di Demak. Seorang
petani tak sengaja menemukan tumpukan bata merah ketika menggali sawah.
Dia merasa heran dengan bentuk bata dengan ukuran 45 cm x 25 cm
setebal10 cm.Bata merah itu terlihat kering dan enteng.
“Saat itu saya akan menggali sumur resapan di lahan sawah bengkok milik Pak Lurah,” ungkap petani penggarap sawah di Desa Jatirogo
Kecamatan Bonang, Bukhori (50), kemarin. Dirinya secara tak sengaja
menemukan tumpukan bata merah ketika menggali sumur resapan untuk
keperluan tanam.
Kali pertama bata merah ditemukan
terpendam sekitar satu meter di bawah permukaan sawah. Ketika mencangkul
Bukhori sempat memecahkan bata itu menjadi dua bagian.
Bata merah yang diketemukan berbeda
dibanding bentuk bata merah pada umumnya. Bata ini berbentuk besar,
berwarna merah muda dan tertata seperti untuk sebuah bangunan. Karena
takut, penggarap bengkok kades ini, segara melapor ke pemerintah desa
setempat.
Mendapati temuan itu Kades H Suyudi dan
Sekdes H A Baedowi segera bergegas menuju lokasi. Kemudian mengumpulkan
temuan itu dalam satu lokasi. Sebelumnya mereka juga meyakini dahulu
lokasi itu merupakan situs bersejarah.
“Bata ini aneh, lebih besar dari buatan
sekarang, warna bata tak kusam meski terpendam di dalam tanah, justru
merah menyala,” ungkap Suyudi. Dirinya juga tidak tahu bata itu terbuat
dari tanah liat dari daerah mana.
Beberapa sesepuh desa pernah bercerita,
semula wilayah desanya merupakan pesisir pantai, terbukti tanah di Desa
Jatirogo banyak dijumpai kulit kerang. Sejumlah orang dari daerah jauh
datang Demak, selain ingin berdagang, daerah ini dikenal menjadi ajang
pertemuan budaya Hindu dan Islam, seiring berdirinya Kerajaan Majapahit
Islam yaitu Kasultanan Demak Demak Bintoro, dan dakwah para Walisongo.
Namun Suyudi belum bisa memastikan kaitan
antara temuan puluhan bata merah yang terserak itu, dengan lokasi
pesisiran. Dia meminta perhatian instansi terkait untuk menyurvei temuan
tersebut, kemungkinan bisa ditemukan situs bersejarah di desanya.
Menurut Baedowi, dulu juga pernah juga
ditemukan bata merah serupa, yang diperkirakan pondasi bangunan. Lokasi
tersebut sekitar 200 meter dari lokasi temuan sekarang.
Karena jumlah bata merah hingga ribuan,
warga mengambilnya untuk membangun masjid di Dusun Jetak. Dan bangunan
masjid itu hingga kini masih berdiri kokoh, dengan dinding bata merah
dari lokasi situs Jatirogo.
Baedowi meyakini lokasi persawahan Desa
Jatirogo memendam sebuah situs sejarah, keyakinan tersebut semakin kuat
karena tak jauh dari penemuan bata merah terdapat makam Syekh Hasan
Bakem yang diduga berusia ratusan tahun.
Diduga Menara Pengintai
Tak jauh dari lokasi situs bata merah di
Dukuh Jetak Desa Jatirogo Kecamatan Bonang, ditemukan lagi keberadaan
situs baru. Melihat luas situs diduga sebuah bangunan menara pengintai
atau semacam mercusuar di pantai.
Setelah seorang petani penggarap, Bukhori
(50), beberapa hari lalu menemukan tumpukan bata merah berukuran 45 cm x
25 cm saat menggali sawah bengkok milik Kepala Desa Jatirogo.
Setelah itu gantian Juki (50), warga Desa
Jatirogo, menemukan tumpukan bata merah di dalam tanah sedalam satu
meter. Keberadaan bata merah yang tertata rapi seperti tembok ini,
ditemukan sejauh 5 meter dari lokasi temuan lama.
“Saat akan mamacul tanah, saya lihat bata
merah, saya congkel ternyata banyak,” ungkap Juki. Karena kondisi tanah
yang kering dan pecah-pecah, memudahkan Duki mencongkel tanah dan
melihat bata merah tersebut.
Selanjutnya, Juki mencoba mencongkel bata
merah tersebut, namun semakin bingung saat di bawah bata merah itu
masih ada bata lagi tertata seperti tembok.
Dia terus saja mencongkel namun beberapa
tumpukan bata tak habis-habis, malah terlihat semakin dalam. Kondisi
bata merah yang dicongkel seperti menempel disemen dengan bata lainnya.
Akhirnya Juki berinisiatif menghentikan aktivitasnya dan segera melapor
ke Kades Jatirogo.
Setelah menerima laporan, Kades Jatirogo H
Suyudi tak bisa berkata apa-apa, semula dia berharap sawah bengkoknya
segera bisa disiapkan untuk tanam, malah ditemukan situs. Terpaksa
dirinya memerintahkan para penggarap sawahnya,untuk menghentikan
sementara proses penggalian itu.
Buatan Sunan Demak?
Sabtu (13/10/2012) pagi, lokasi situs itu
telah menarik perhatian warga, banyak orang sampai pelajar yang
bersekolah dekat kawasan situs, menyempatkan untuk melihat temuan situs
baru itu.
Bahkan Ketua Komisi B DPRD Demak HM
Suradi dan anggota Komisi B Farodli hadir. Mereka ingin melihat langsung
lokasi temuan. “Bila dilihat kondisinya, situs ini semacam bangunan
menara pengintai,” ucap Suradi.
Dari beberapa batu merah yang menempel
itu, dilekatkan bukan dengan semen, melainkan dengan putih telur dan
kotoran kerbau. Bila merunut riwayat sejarah di Kecamatan Bonang
merupakan pantai, dengan muara sungai Tuntang. Saat itu pantai masih di
sekitar Desa Tridonorejo Kecamatan Bonang, namun perkembangannya muncul
tanah timbul yang mengubur menara itu.
Dalam sejarah perjuangan Adipati Unus
menyerang Batavia, di Kasultanan Demak Bintoro telah memiliki dua
pelabuhan, yaitu pelabuhan niaga yang berada di sekitar Kecamatan
Bonang, dan pelabuhan militer di Jepara.
Dan menara itu berfungsi ganda, selain
sebagai pengintai sekaligus menjadi mercusuar, sebagai tanda untuk
lalulintas laut. Namun menara ini tak setinggi dengan menara suar
sekarang.
Ketika melihat ukuran dan warna merah
menyala dari bata itu, terlihat ada kemiripan dengan bata yang berada di
Menara Kudus dekat Makam Sunan Kudus. Dimungkinkan juga yang membangun
menara itu adalah Sunan Kudus.
Sebab di lokasi tetangga Desa Jatirogo,
yaitu Dukuh Bener Desa Tridonorejo, pernah berdiri masjid kuno dengan
mustoko dari tanah. Warga setempat meyakini mustoko itu buatan Sunan
Kudus.
Tumpukan bata merah yang berukuran besar
itu, sangat banyak, namun sayang beberapa warga cenderung merusak,
mereka mencongkeli secara sembarangan. Sebagian malah membawa pulang
bata itu untuk tungku kompor di rumahnya.
Disayangkan juga dari kepolisian tak memasang police line sebagai pembatas agar warga setempat tak merusak situs tersebut.
3. Lokasi Penemuan: Desa Mrisen
Ditemukan Situs di Mrisen Yang Mirip Situs Jatirogo
Setelah geger temuan situs di Desa Jatirogo Kecamatan Bonang, ganti di wilayah persawahan Desa Mrisen, Kecamatan Wonosalam ditemukan semacam bangunan diduga situs bersejarah.
Situs ditemukan di galian sedalam satu
meter dari lahan sawah milik H Lawi, warga RT 01/RW 01 Desa Mrisen.
Tekstur situs masih sama dengan temuan di wilayah lain, terdapat bata
merah yang tertata miring dan rapi membentuk anak tangga.
Kali pertama situs ditemukan oleh H Lawi.
Menurut dia berasal dari pesan sebuah mimpi yang ditemui oleh
seseorang, berpesan agar menggali lahan sawahnya, ada sebuah barang yang
harus diambil dan dilestarikan.
“Dalam mimpi itu saya dipesan disuruh
menggali, dan memberikan hasil temuan nanti ke Dinas Pariwisata atau
museum untuk dilestarikan,” ungkap H Lawi, Selasa (16/10/2012). Dalam
mimpi, seseorang yang menemuinya mengatakan ”ono barang dang diduduk lan direkso kanthi apik (ada barang segera digali dan dilestarikan – pen).
Sukamto alias Cebleng warga Mrisen
menambahkan, setelah H Lawi bermimpi, selanjutnya disampaikan kepada
dirinya, sehingga dia bersama pemuda lain mencoba mencari lokasi itu
untuk membuktikan kebenaran dari mimpi tersebut.
“Dan H Lawi yang menunjukkan lokasi
pertama untuk digali, setelah itu kami meneruskannya, dan menemukan bata
merah yang tertata ini,” ungkapnya. Penemuan situs tersebut banyak
mengundang perhatian warga, mereka berbondong-bondong ingin menyaksikan
hasil penemuan itu. Beberapa warga yang penasaran atas temuan itu, turut
berusaha menggali lokasi situs dengan hati-hati. Sejumlah anak-anak dan
ibu-ibu turut menyemangati para pekerja itu.
Sementara bata merah yang ditemukan di
Desa Mrisen ada kemiripan dengan bata merah dari Desa Jatirogo, dengan
ukuran yang besar. Di galian pertama sudah menemukan semacam anak tangga
yang tertata miring mirip dengan arsitektur Majapahitan.
Kepala Desa Mrisen Muhamad Kusnin
mengatakan, seusai warganya melapor atas temuan situs, dirinya segera
mengimbau jangan merusak keberadaan situs tersebut. “Lalu saya laporkan
hal ini ke Polsek agar ada pengamanan,” ungkapnya.
Keberadaan situs terus di gali oleh
warga, beberapa bata merah ada yang pecah karena terkena linggis atau
pacul, bahkan di sekitar temuan terdapat sejenis keramik namun sudah
pecah. Dan warga terus berhati-hati memilah tanah dan situs. Kendati
tidak diberi garis police line namun kesadaran warga cukup tinggi, terbukti tak satupun tertarik untuk membawa bata tersebut.
Menanggapi soal temuan situs, Kepala
Dinas Pariwisata Demak H Ridwan mengatakan, bila dinasnya sebatas hanya
melaporkannya ke Badan Purbakala Jawa Tengah. Diharapkan laporan
tersebut segera ditindak lanjuti untuk disurvei.
Situs Mrisen Mirip Lokasi Pemandian Raja
Kondisi situs di Desa Mrisen masih terus
digali, terakhir muncul beberapa tangga dan sebuah sumur, mirip lokasi
pemandian raja-raja pada zaman Majapahit.
Setelah situs ditemukan Selasa
(16/10/2012) pagi dilahan persawahan milik H Lawi, warga terus berusaha
menggali lokasi situs, untuk mencari keutuhan bangunan dari situs
tersebut. Dalam menggali warga sangat hati-hati tak mau merusak bentuk
asli bangunan yang ditemukan.
Hingga kini sudah ditemukan enam anak
tangga di sebelah selatan dengan lantai bata merah yang berukuran besar,
mirip bata dari Menara Kudus. Bata tersebut ditata rapi dengan tatanan
membujur, namun dua anak tangga lagi di sebelah utara bata terlihat
tertata berdiri secara rapi.
Di antara tatanan bata merah tersebut
ditemukan juga tatanan bata melingkar mirip sumur, namun warga belum
menggali sumur itu hingga dalam. “Bila dilihat posisinya lokasi situs
mirip tempat pemandian raja atau putri,” ungkap Sukamto alias Cebleng
warga Mrisen, Rabu (17/10/2012).
Pihaknya bersama warga lain terus
berusaha menggali keberadaan situs tersebut hingga menemukan bentuk
bangunan secara utuh. Sebagian warga yang menggali ada yang dibayar oleh
pemilik lahan, sebagian melakukannya secara sukarela.
Sementara H Lawi terus bersikukuh lokasi
situs yang ditemukan akan diserahkan kepada Dinas Pariwisata atau museum
agar menjadi ajang pendidikan serta pelestarian peninggalan sejarah.
Penemuan situs ini banyak mengundang
perhatian warga, bahkan warga dari luar desa banyaknya yang berdatangan
untuk membuktikannya. Mereka berbondong-bondong ke sawah milik H Lawi
melihat kondisi galian yang hampir menunjukkan bentuk bangunan.
“Dari getuk tular, saya mendengar ada
situs, pulang kerja langsung lihat,” kata Sasono (39), warga Desa Kuncir
Kecamatan Wonosalam. Dia sempat membandingkan situs Mrisen dengan
kondisi temuan situs dari Dukuh Demung, Desa Pilangrejo, Kecamatan
Wonosalam, bangunannya berbeda, kemiripannya hanya pada bata merah
sebagai bahan bangunan itu.
Kepala Dinas Pariwisata Demak Ridwan
melalui Plt Kabid Budaya dan Kesenian Suwarti juga menyatakan sudah
menerima laporan temuan di Desa Jatirogo dan Pilangrejo. Bahkan, situs
serupa juga terdapat di Desa Tridonorejo, Kecamatan Bonang.
Sebab, dari beberapa informasi di lokasi
Desa Tridonorejo terdapat temuan tumpukan bata merah dengan ukuran yang
sama dengan di Desa Jatirogo, meski tak begitu banyak. Namun untuk
memastikan nilai sejarah dari bata itu, hanya Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng yang berwenang.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Demak H
Ridwan mengatakan, pihaknya sudah menerima temuan situs dari Desa
Mrisen, rencananya akan dilaporkan ke Balai Purbakala Jawa Tengah. Dan
rencananya Balai Purbakala akan menyurvei situs di Demak.
“Namun kali pertama, temuan situs di Desa
Jatirogo Kecamatan Bonang yang akan disurvei dan diteliti oleh tim ahli
Balai Purbakala,” pungkas Ridwan. (Written By tonitok / toni demak / wargademak.blogspot / Oktober 2012 / harsem/swi/15)
0 komentar:
Posting Komentar