Jumat, 04 Januari 2013

Situs megalitik Gunung Padang menjadi buah bibir setelah sejumlah peneliti dari berbagai disiplin ilmu berupaya menguak secara scientific situs yang diperkirakan berusia 500 tahun sebelum masehi tersebut. Baru-baru ini, arkeolog menemukan deretan makan tua yang ada di punden berundak tersebut.
Adalah Ali Akbar, Arkeolog dari Universitas Indonesia (UI) yang menemukan kelompok makam di dalam area penelitian situs yang ada di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sekitar 50 KM dari Kota Cianjur, Jawa Barat.
“Makam itu ada di tenggara teras kelima (teras puncak) Gunung Padang, agak menurun sedikit, ada beberapa makam di sana,” kata Ali saat berbincang dengan detikcom, Kamis (3/1/2013).
Berdasarkan pengamatannya, makam tersebut ada di areal situs megalitik sekitar tahun 1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat satu makam yang sedikit memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari sepasang nisan makam tersebut.
“Bila dilihat dari bentuk makamnya, itu adalah makam Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan satunya lagi bertuliskan huruf Arab,” terangnya.
Dari batu nisan itu tertulis Hadi Winata yang wafat pada tahun 1947 yang wafat di usia 68 tahun, artinya lahir pada tahun 1879 masehi. Di nisan lainnya, masih di makam yang sama, tertulis huruf Arab dan terdapat keterangan tahun hijriyah, yaitu 1356 H. Menurut Ali, dirinya masih meneliti keterkaitan keterangan tahun Hijriyah yang tertera dengan tahun masehi di nisan tersebut.
“Bila di nisan tulisan Arab tertulis Prabu,” terang Ali. Dia menambahkan, kemungkinan jasad yang dimakamkan itu merupakan dari golongan bangsawan bila sekilas diamati dari nama latin yang tercantum di nisan dan juga tulisan ‘Prabu’ di nisan berhuruf Arab.
Namun sayang, para peneliti belum bisa menaksir usia makam lainnya yang ada di areal Gunung Padang. “Ada yang lebih tua lagi, tapi tidak ada tulisan di nisannya, jadi belum bisa diprediksi berapa usia makam itu,” ujarnya.
Terkait penemuan tersebut, Ali sudah melaporkannya ke tim penelitian untuk kemudan ditindaklanjuti. Penelitian arkeologi situs Megalitik Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, mulai menempuh babak akhir. Seperti apa rupa dari punden berundak yang menjadi kontroversi ini akan segera terkuak.
Apa yang akan dilakukan Ke depan? Semua tim terus bekerja dengan titik konsentrasi di lokasi yang berada di luar situs. Tim arkeologi menjadi terdepan membuka ‘pintu peradaban’ leluhur yang sangat luar biasa ini. Adapun bentuk dan isi di dalamnya akan secara otomatis terkuak,” kata Erick Rizky, Asisten Stafsus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (19/12/2012)
Penelitian situs yang ditaksir berusia 500 tahun lebih ini terdiri dari berbagai unsur akademis. Menurut Erick, Tim Geologi sudha 99 persen memiliki data lengkap geolistrik dan alat bantu geofisika. Ditambah pemetaan satelit, kountur dan DEM.
“Dari hasil itu ditambah pembuktian di beberapa titik bor sampling serta analisa petrografi secara scientific bisa disimpulkan memang ada man made structure di bawah permukaan situs gunung padang,” papar Erick menambahkan hasil riset dipaparkan Selasa (18/12) malam dari pukul 19.00 hingga 00.00 WIB.
Erick menambahkan, dari penelitian para akademisi itu juga ditengarai memiliki chamber dan bentuk struktur lain dugaan goa dan lorong, serta kecenderungan adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat geofisika.
“Temuan ini makin diperkuat dengan temuan tim arkeologi yang berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung Padang terutama di luar situs. Bahkan temuan awal batu melengkung di timur dipertunjukan yang kuat diduga sebagai ‘pintu’. Ini temuan yang luar biasa,” jelasnya.
Menurut Erick, dari paparan penelitian luasan situs diperkirakan memiliki luasan yang lebih besar dari data yang dimiliki saat ini. “Tim sudah hampir mirip dengan temuan di sumba Nusa Tenggara. Sebelumnya Tim arsitektur menemukan kemiripan yang sama dengan piramida Machupichu Mexico,” jelasnya.
Bapak arkeologi Indonesia yang juga Guru Besar UI Profesor Mundardjito tak habis pikir akan kabar yang ditiupkan soal piramida Gunung Padang di Cianjur. Menurutnya, isu itu malah merusak situs Gunung Padang. Ribuan orang datang berbondong dan berbuat tanpa kontrol di situs purbakala itu.
“Akibat isu piramida, semakin banyak pengunjung yang datang, semakin rusak. Manusia pakai sepatu menginjak-injak bebatuan, menggores dengan kunci mengukir nama. Ini akumulasi yang harus ditangani dengan serius,” kata Mundardjito saat berbincang dengan detikcom, Rabu (19/12/2012).
Mundardjito sedih, situs yang diperkirakan berusia 2.000 tahun itu malah kini tenar dengan isu piramida. Bukan pada sejarah keberadaan situs megalitik peninggalan nenek moyang itu. Mundardjito yang terlibat dalam restorasi Borobudur dan Prambanan ini sendiri tak yakni kalau Gunung Padang itu sebuah piramida.
“Kalau kita lihat, Gunung Padang itu unik, megah, dan monumental. Lokasi yang bagus, sebuah bukit yang dikelilingi bukit yang lain dan juga sungai. Rasanya ini memang menarik masyarakat. Kita juga bisa melihat kemampuan nenek moyang kita merancang dan menyiapkan batuan di atas bukit, sebelum kita dipengaruhi kebudayaan India,” terang Mundardjito yang kini berusia 76 tahun ini.
Arkeolog senior Indonesia yang pernah ikut eskavasi di Yunani ini menjelaskan, yang utama dalam sebuah situs adalah perlindungan. Kondisi Gunung Padang amat memprihatinkan. Hanya kabarnya saja yang disebarkan ada piramida tapi tak ada konservasi akan situs itu.
“Sekarang susunan batu di sana, banyak yang diatur manusia. Susunannya palsu, diatur-atur. Kondisi situs Gunung Padang juga belum ditangani kompehensif, batu-batu berserakan, miring, roboh. Erupsi tanah saat hujan juga terus terjadi. Kita tidak ingin ini terus terjadi,” terangnya.
Mundardjito menuturkan, keaslian bentuk harus dijaga. Apalagi situs itu merupakan bagian cagar budaya. Tentu perlindungan maksimal harus diupayakan. Janganlah hanya mencari sesuatu yang di luar perkiraan seperti piramida dengan merusak situs itu.
Dia juga mengusulkan membagi Gunung Padang dalam tiga zona. Zona inti yang harus diproteksi, benar-benar daerah ‘haram’ dari bangunan. Zona dua, menjadi penjaga zona inti, dan kemudian zoan tiga atau zona pengembangan yang bisa dipakai penduduk setempat untuk memberikan jasa kepada wisatawan.
“Heritage for all. Perlindungan hukum dibuat dengan SK Cagar Budaya oleh bupati, dan harus ada zona di kawasan itu. Cagar budaya itu tak ternilai. Selamatkan Gunung Padang,” tegasnya.
Selama ini catatan sejarah menulis penemu Situs Megalitik Gunung Padang Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sekitar 50 KM dari Kota Cianjur, Jawa Barat, adalah NJ Krom yang merupakan warga negara Belanda. Namun, ditemukannya deretan makam di areal yang kini menjadi objek penelitian itu, diharapkan dapat membuka tabir baru jika masyarakat sekitarlah yang pertama kali menemukan situs tersebut.
“Dengan adanya makam di situ (areal Gunung Padang), artinya ada masyarakat yang tinggal dan menetap di situ, kemudian ada jeda sampai MJ Krim menemukan situs tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda,” ujar Arkeolog UI, Ali Akbar, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (3/1/2013).
Ali memaklumi, bila Belanda mencatat temuan Krom tahun 1914 itu dalam catatan pemerintahannya. Pasalnya, pemerintahan saat itu dipegang oleh Gubernur Hindia-Belanda, dimana Krom memiliki akses langsung ke pemerintah untuk memasukannya ke dalam temuan Belanda.
“Maksudnya ke depan, kita menghargai masyarakat setempat yang mereka sudah lebih dulu tahu dan menjaganya namun tidak masuk dalam laporan temuan,” kata Ali.
Berdasarkan temuan tim penelitian di Gunung Padang, terdapat beberapa makam yang terletak di teras kelima situs megalitik tersebut. Ali menyebut, makam yang ditemukan tersebut bergaya makam Islam yang masing-masing makamnya memiliki nisan. Namun, hanya satu makam yang tulisan di nisannya masih terbaca.
Di nisan satu tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad yang dimakamkan bernama Hadi Winata yang wafat pada tahun 1947. Almarhum tertulis juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir pada tahun 1879. Di nisan lainnya makam yang sama, tertera pula tulisan Arab, di nisan tersebut terbaca ‘prabu’ serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H.

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Follow Us on Facebook



JOIN WITH US

Popular Posts